“Cinta dan penghianatan
hanyalah dibatasi oleh satu garis penghalang yang bernama : kesetiaan”
7
santhy agatha
Lelaki tampan hanya
tersenyum tenang, tampak sedikit geli menghadapi kehebohan Joshua yang
menyambutnya. Dia melirik ke arah Kay dan menganggukkan kepalanya dengan sopan
ke arah Kay, membuat Kay menyadari bahwa dia telah terpesona kepada lelaki itu.
Memang Cakka tampan dan tetap nomor satu baginya, tetapi Cakka sangat jarang
tersenyum, sedangkan lelaki ini, dia begitu murah senyum dan tampak sangat
tulus secerah matahari,
“Sepertinya kau dan
nona ini menghadapi masalah. Mungkin aku bisa membantu.”
Joshua melirik Kay
masih tersenyum lebar, ‘”Ini Iel, dia adalah salah satu investor butik dan
salon kami. Kau tidak keberatan Kay kalau Iel membantumu?”
Siapa yang tidak
keberatan kalau dibantu berdiri oleh lelaki setampan itu? Kay berpikir bahwa
kadang-kadang berpura-pura lumpuh ada untungnya juga...
“Kay ingin membuat
gaun pernikahan yang indah, Iel. Kami sedang akan mengukur gaunnya.”
Iel melemparkan pandangan dalam ke arah Kay,
“Sayang sekali kau sudah akan menikah, aku iri kepada lelaki beruntung itu.”
Gumamnya penuh arti membuat pipi Kay merona.
Joshua menepuk
pundak Iel sambil tertawa, “Jangan merayu Kay, Iel. Dia sudah punya tunangan
dan akan menikah, mungkin kau bisa mengalihkan sasaranmu kepada gadis lain.”
Iel
tampak tidak mempedulikan perkataan Joshua, dia masih memandang tajam ke arah
Kay. Ia lalu mendekat dan mengulurkan tangannya lembut,
“Aku akan membantumu berdiri, maafkan ya.” Bisiknya lembut di dekat
telinga Kay, “Sini, letakkan tanganmu di pundakku.”
Kay merasakan jantungnya berdebar keras, aroma maskulin itu
langsung melingkupinya, membuatnya bergetar.
Dengan tangannya yang kuat, Iel menarik Kay berdiri, lalu menopang
pinggangnya. Tangan Kay berpegangan erat ke pundak Iel, lalu melingkarkan
lengannya di sana, sementara itu dia berakting sekuat tenaga untuk melemaskan
kakinya, menumpukan beban tubuhnya di pundak Iel.
“Nah tunggu sebentar, kami akan mengukurnya.” Para pegawai Joshua
mulai mengukur. Proses itu cukup singkat. Dan kemudian setelah Joshua selesai, Iel
mendudukkan Kay lagi di kursi rodanya dengan lembut. Lelaki itu menyelipkan
kartu namanya yang bernuansa hitam dan keemasan di jemari Kay,
“Hubungi aku, kapanpun itu. Aku akan dengan senang hati membuang
semua urusanku demi dirimu.” Bisiknya pelan, lalu berdiri tegak, mengatakan
sesuatu tentang pekerjaan kepada Joshua, kemudian melambaikan tangannya dan
melangkah pergi.
Sementara itu Kay masih menggenggam erat-erat kartu nama di
tangannya itu dengan terpesona.
⧫⧫⧫
Siang itu Shilla sedang berjalan ke minimarket di ujung jalan dari
apartemennya ketika dia melihat Alvin di dalam minimarket yang ia tuju.
Lelaki itu sedang membeli rokok, dan langsung menoleh ketika pintu
terbuka lalu tersenyum lebar ketika melihat Shilla,
“Hai kita bertemu lagi.”
Shilla tersenyum menatap wajah yang sama persis dengan Cakka namun
dalam versi yang berbeda ini, “Halo Alvin, apa yang kau lakukan di sini?” Shilla
melirik ke arah cafe di ujung jalan, bukankah di sana juga ada rokok? Kenapa Alvin
malahan berkeliaran di tempat ini?
“Aku membeli rokok.” Alvin tergelak, “Kau
mau membeli apa?”
“Hanya beberapa bahan makanan.” Shilla
mengangguk sambil tersenyum lalu melangkah menuju rak-rak tempat penjualan mie
instant. Dia mengira Alvin akan pergi dari supermarket itu setelah mendapatkan
rokoknya, tetapi rupanya tidak, lelaki itu mengikutinya.
“Setelah ini, maukah kau jalan denganku?
Kita bisa duduk, minum bersama, dan mengobrol.”
Shilla mengernyit, Alvin tidak sedang
berusaha mendekatinya bukan? Karena Shilla sama sekali tidak melihat ada hal
yang lebih dari pertemanan di mata Alvin.
“Kita bisa berbicara di cafe.” Gumam Shilla
akhirnya, memilih tempat yang paling aman.
“Jangan di cafe.” Alvin langsung menyela,
“Cakka akan membunuhku.”
“Apa?”
“Alvin mengangkat bahunya, “Kalau kau
belum sadar, Cakka kan sudah mengincarmu untuk menjadi miliknya, dan kalau
sampai dia tahu aku mendekatimu, dia akan membunuhku.” Alvin tergelak,
“Meskipun rasanya pasti menyenangkan untuk membuat Cakka jengkel dan memancing
kemarahannya keluar.”
“Apa?” Shilla menatap Alvin dengan
bingung, ada apa di antara dua saudara ini? Kenapa mereka tampak tidak akur?
“Aku tahu Cakka sedang mengejarmu, dan
biasanya kalau dia mengejar seseorang dia akan melakukannya dengan kekuatan
penuh. Dan aku tertarik kepadamu karena tidak pernah sebelumnya Cakka bertindak
begitu intens pada seorang perempuan.” Alvin mengedipkan matanya menggoda, “Kau
pasti perempuan yang istimewa, jadi maukah kau melewatkan sedikit waktumu untuk
makan siang denganku, dan mungkin kita bisa berbagi cerita. Aku ingin lebih
mengenal calon kakak iparku dan kau mungkin bisa tahu kisah-kisah tentang Cakka
yang hanya kami yang tahu, seperti kisah masa kecil kami misalnya.”
Shilla merenung, rasanya tidak ada ruginya
kalau dia menerima ajakan makan siang Alvin, meski tampaknya selalu bersikap
sesukanya, Alvin tampak baik hati. Lagipula dari siapa lagi dia bisa lebih
mengenal Cakka kalau bukan dari orang terdekatnya, saudara kembarnya?
⧫⧫⧫
Tempat yang dipilih Alvin adalah rumah
makan sederhana di belokan perempatan, yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki
dari apartemen Shilla. Kompleks apartemennya adalah kompleks perkantoran yang
menjadi satu dengan kompleks perbelanjaan, karena itulah suasana cukup ramai di
waktu makan siang itu.
Shilla memesan kue-kue kecil yang tampak
menarik berada di etalase ditemani oleh lemon squash yang menyegarkan.
Sementara Alvin memesan seporsi besar nasi goreng dan langsung menyantapnya
dengan lahap.
“Aku lapar.” Alvin tertawa melihat senyum
geli Shilla ketika melihatnya makan dengan begitu lahap.
“Kau bisa makan di Garden Cafe, bukankah
itu milikmu juga?” Dari cerita Cakka dulu, dia mengatakan bahwa Garden Cafe
adalah warisan dari orangtua mereka beserta perusahaan lain-lain. Jadi Shilla
menyimpulkan bahwa perusahaan itu pasti dimiliki Cakka dan Alvin bersama. Shilla
entah kenapa merasa bisa mudah akrab dengan Alvin. Tidak seperti Cakka yang
lembut, tenang dan menyimpan aura misterius di dalam dirinya, Alvin lebih
ceria, mudah tertawa dan menguarkan aura yang cerah. Sama seperti ketika
bersama Cakka, beberapa perempuan banyak yang tidak mampu menahan diri untuk
menoleh dua kali sambil mengagumi ketampanan Alvin.
“Garden Cafe bukan milikku.” Alvin menelan
suapan terakhirnya dan meneguk sodanya dengan bahagia, “Semuanya sudah menjadi
milik Cakka.”
“Bagaimana bisa?”
Alvin tertawa, “Ayah kami mewariskan semuanya kepada kami berdua, tetapi
tentu saja aku tidak mau melanjutkan usaha ayah kami sebagai bisnisman. Aku tidak
mau leherku tercekik dasi dan badanku gatal karena kepanasan seharian harus
memakai jas yang kaku itu. Karena itulah, begitu Cakka memutuskan untuk
mengambil alih tanggung jawab, aku meminta pencairan seluruh bagianku di
warisan ayah dan melepaskan seluruh kepemilikanku di semua perusahaan ayah.” Alvin
mengangkat bahu, “Jadi Cakka membantuku, mengambil alih seluruh perusahaan atas
namanya dan mencairkan uangku dalam bentuk dana di bank. Untuk selanjutnya
seluruh perusahaan itu tidak ada urusannya lagi denganku, termasuk cafe itu.”
Termasuk cafe itu? Shilla merenung, Cakka
mengatakan bahwa warisan utama ayah mereka adalah cafe itu dan beberapa hal
lain. Tapi dari nada bicara Alvin, seperti juga yang dikatakan Albert,
sepertinya ada sesuatu yang lebih besar di sini entah apa.
“Kau tidak tahu ya.” Alvin dengan cepat
membaca ekspresi Shilla, “Apakah Cakka mengatakan bahwa warisan orang tua kami
hanya cafe itu?”
Shilla mengangguk menatap Alvin bingung
ketika lelaki itu tertawa terbahak-bahak,
“Oh Astaga, dasar Cakka, mungkin dia takut
kau lari terbirit-birit ketakutan ketika tahu bahwa dia sangat kaya dan
berkuasa. Shilla, perlu kau tahu, Garden Cafe itu hanyalah setitik kecil dari
warisan ayah kami. Di luar itu, Cakka memimpin jaringan besar bisnis kuliner
dan perhotelan serta resor-resor mewah di semua lokasi strategis yang tersebar
hampir di seluruh negara ini.” Alvin mengangkat bahu, “Dari warisan yang
dicairkan Cakka dalam bentuk uang untukku, sebagai ganti penyerahan hak
kepemilikan perusahaan saja aku sudah bisa hidup mewah seumur hidupku tanpa
harus memikirkan bekerja,” Senyumnya melebar, “Bayangkan apa yang dimiliki Cakka,
sejak memegang perusahaan itu, dia telah mengembangkannya dengan kejeniusannya
dan nilai seluruh perusahaan itu sudah menjadi berkali-kali lipat.”
Shilla ternganga, dia sama sekali tidak
menyangka informasi ini. Cakka... Cakka yang dikenalnya itu ternyata adalah
seorang miliarder kaya?
Tiba-tiba Shilla merasa gugup. Selama ini
dia mau menjalin hubungan dengan Cakka karena mereka sama. Sama-sama orang
biasa, yang menjalani hidup dengan biasa pula. Tetapi Shilla tidak pernah
menyangka kalau Cakka adalah bisnisman jenius dengan kehidupan yang kompleks
dan kekayaan yang terdengar menakutkan.
Shilla masih mengernyit, menyisakan satu
pertanyaan di benaknya. Kenapa Cakka seolah menutupi keadaannya? Apakah dia
takut bahwa Shilla adalah perempuan gila harta? Yang hanya ingin mengincar
hartanya?
“Mungkin kau lihat hubunganku dengan Cakka
tidak begitu baik.” Alvin bergumam lagi, tidak menyadari pikiran kalut yang
berkecamuk di benak Shilla, “Kami sebenarnya saling menyayangi, hanya saja
kadangkala aku merasa bahwa Cakka menyimpan kemarahan kepadaku.”
“Kemarahan?”
“Ya. Dia baik kepadaku, selalu ada setiap
aku membutuhkan selayaknya seorang kakak. Tetapi ada kalanya aku merasakan dia
marah kepadaku, tetapi menyimpannya dalam-dalam.”
“Kenapa Cakka menyimpan kemarahan kepadamu?”
“Karena aku menolak tanggung jawab atas
perusahaan itu dengan egois.” Alvin tersenyum malu, “Mau bagaimana lagi, perusahaan
itu bukanlah impianku, aku seorang seniman, aku memiliki hasrat yang mendalam
sebagai pelukis. Jadi aku mengusulkan kepada Cakka supaya menjual saja seluruh
perusahaan kami dan kemudian mengambil mimpi kami masing-masing.”
“Cakka menolaknya.” Gumam Shilla.
“Ya tentu saja Cakka menolaknya, kakakku itu terlalu senang memikul
tanggung jawab. Dia saat itu bersekolah untuk menjadi koki profesional sesuai
impiannya, dan dengan bodohnya dia meninggalkannya, demi memikul tanggung jawab
di perusahaan itu. Dia menjalaninya dengan kesadaran tentu saja, tetapi tetap
saja aku merasa dia marah kepadaku.” Alvin mengangkat bahunya, “Mungkin dia
melihat betapa bahagianya aku karena meninggalkan tanggung jawabku dan memilih
mengejar mimpiku, mungkin dia berandai-andai seandainya saja dia bisa melakukan
hal yang sama denganku.”
“Tetapi Cakka tidak akan pernah bisa.” Shilla
memahami bagaimana kepribadian Cakka, lelaki itu tidak mungkin bisa
melakukannya.
“Ya, dia tidak pernah bisa, karena itulah
jauh di dalam dirinya ada kemarahan. Kemarahan karena dia yang harus memikul
seluruh beban dan tanggung jawab.” Mata Alvin tampak melembut, “Salah satu
kelemahan Cakka adalah ketika dia dihadapkan pada posisi di mana dia harus
bertanggung jawab, dia pasti akan mengambilnya tanpa ampun dan kemudian merusak
dirinya sendiri.”
⧫⧫⧫
Shilla sedang duduk di sofa di dalam
apartemennya masih memikirkan kata-kata Alvin tadi. Setelah makan siang Alvin
harus langsung pergi karena ada janji dengan salah seorang temannya, jadi
mereka berpisah, setelah Alvin sempat meminta nomor ponselnya.
Ponselnya berbunyi, Shilla meliriknya dan
mengangkatnya ketika melihat nama Angel di sana.
“Kenapa Angel, bukankah naskah terakhirnya
sudah aku serahkan kepadamu?”
“Hei tidak bolehkah aku menelepon
sahabatku dan tidak membahas masalah pekerjaan?” Angel tertawa di seberang
sana, “Aku ada di dekat-dekat sini, aku mau mampir ke sana.”
Setengah jam kemudian, Angel sudah ada di
dalam apartemennya. Dia membawa dvd terbaru dan dua cup besar popcorn, itu
adalah DVD komedi romantis yang dibintangi Adam Sandler dan Jennifer Aniston.
Mereka duduk di sofa itu, dan terpesona
dengan kisahnya yang lucu dan romantis. Dan ketika film itu selesai dengan
ending yang manis dan membahagiakan, tiba-tiba saja Shilla mengingat Cakka dan
bergumam,
“Pemilik café itu...”
Angel langsung menatapnya dengan tertarik,
“Hmmm, Cakka? Aku masih penasaran dengan wajahnya, mengingat saudara kembarnya
luar biasa tampannya, aku yakin dia pasti tak kalah tampan.” Shilla sudah
bercerita kepada Angel tentang kedekatannya dengan Cakka dan Angel mendorongnya
dengan penuh semangat untuk mencoba membuka hatinya. Kalaupun tidak berhasil,
toh Shilla sudah mencoba menyembuhkan luka lamanya, kata Angel waktu itu.
“Yah.” Shilla mengangguk, “Dia ternyata
seorang miliarder?”
“Apa?” Kali ini Angel hampir terlonjak
dari duduknya, “Dan kau tahu itu bukan dari dirinya sepertinya?”
“Ya. Cakka tidak pernah menceritakan
kepadaku, dia bilang dia memiliki cafe itu dan yang lain-lain. Aku bingung
kenapa dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Apakah dia tidak percaya kepadaku
atau dia hanyalah orang kaya yang paranoid mendekati perempuan karena takut
perempuan itu akan mengincar hartanya?”
“Mungkin Cakka akan menjelaskannya nanti
kepadamu, mungkin waktunya belum tepat.” Angel membuka laptopnya dengan
bersemangat, “Sejak adanya mesin pencari ini kau hanya perlu memasukkan namanya
dan semua berita tentangnya akan keluar. Kalau dia memang seorang miliarder,
dia pasti akan muncul di salah satu berita.”
Dengan cekatan Angel mengetikkan nama “Cakka”
dengan keyword tambahan “Garden Cafe.”
Dan sederet berita langsung keluar ketika
tombil ‘search’ ditekan. Berita itu kebanyakan dari kolom bisnis dan keuangan,
yang memberitakan tentang resort dan hotel-hotel berbintang lima yang tersebar
di negara ini. Yang semuanya dimiliki oleh seorang miliarder muda bernama “Cakka
Reivaldo”
Shilla dan Angel ternganga membaca semua informasi
itu. Lalu saling berpandangan dengan takjub.
“Shilla.” Kesha akhirnya
yang bisa bergumam, “Kalau memilih laki-laki, kau benar-benar tidak tanggung-tanggung.”
⧫⧫⧫
Setelah Angel pulang. Shilla memutuskan
untuk mandi air panas di bawah pancuran dan bersantai. Naskahnya sudah selesai,
dan dia bisa tenang sebentar sebelum Angel menyerahkan beberapa koreksian
editan yang harus ia revisi.
Dia merasakan nikmatnya mandi air panas
yang menyenangkan di tubuhnya dan melemaskan badannya yang lelah. Meskipun
benaknya masih bertanya-tanya, tetapi Angel berusaha menenangkan dirinya.
⧫⧫⧫
“Kau menemui Shilla bukan?” Cakka langsung
bergumam ketika Alvin membuka pintu tempat tinggalnya. Lalu Cakka langsung
melangkah masuk dengan marah ke dalam rumah.
Sementara itu Alvin masih memasang wajah
santai dan tersenyum mengejek, “Oh Astaga kak, apakah kau menyuruh orang untuk
mengikutiku?”
“Bukan kamu.” Wajah Cakka tampak datar,
“Aku menyuruh pengawalku untuk mengikuti Shilla, dan dia bilang Shilla makan
siang bersama saudara kembarku. Apa maksudmu mengajaknya makan siang bersama?
Apa yang kau katakan padanya?”
“Whoa tunggu... akan kujawab satu-satu
kak.” Tetapi kemudian Alvin mengangkat alisnya, “Kalau boleh aku tahu, kenapa
kau menyuruh pengawal untuk mengikuti Shilla?”
“Bukan urusanmu.”
“Kalau begitu aku tidak akan mengatakan
informasi apapun menyangkut tadi siang.” Alvin bersedekap, menantang.
Lama Cakka menatap Alvin dengan pandangan
tajam, kemudian dia menghela napas panjang, “Shilla punya seorang mantan
tunangan yang mengejarnya, dan aku sudah membereskannya agar berada di tempat
yang jauh dan tidak bisa mengganggu Shilla lagi. Tetapi tentu saja aku tidak
mau mengambil resiko, jadi aku menyuruh pengawalku untuk mengawasi Shilla
sementara.”
Alvin menatap Cakka dengan tajam,
“Pastinya bukan untuk berjaga-jaga kalau-kalau Shilla menemui laki-laki lain
selain dirimu bukan?”
Cakka tidak membantah, dia hanya menatap Alvin
dengan tajam, “Sekarang katakan kenapa kau menemui Shilla tadi siang.”
“Aku tidak sengaja menemuinya, kami
berpapasan di supermarket di ujung jalan.”
“Supermarket?” Cakka menyipitkan matanya.
“Aku sedang berada di dekat-dekat situ dan
membeli rokok.” Gumam Alvin tanpa rasa bersalah.
Cakka langsung mencibir, “Rumahmu berada puluhan
kilometer dari sana, dan kau membeli rokok di sana di dekat apartemen Shilla,
kau pasti punya rencana di otakmu.”
Alvin tertawa, “Oh astaga kakak, kenapa
kau dipenuhi rasa curiga? Aku benar-benar tidak sengaja berada di sana dan
kemudian berpapasan dengan Shilla di dalam supermarket itu. Jadi aku
mengajaknya makan siang bersama.”
“Dan apa saja yang kau katakan kepadanya
selama makan siang itu?”
Alvin tersenyum, “Kalau kau takut aku
mengatakan kepadanya tentang Kay, kau bisa tenang, aku tidak akan mengatakan
kepadanya.”
Sebenarnya itulah yang paling ditakutkan
oleh Cakka. Dia takut Shilla mengetahui tentang Kay sebelum dia sempat
membereskan semuanya. Kalau sampai itu terjadi, Shilla pasti akan menganggapnya
sama seperti Raka, seorang lelaki pengkhianat yang tega mengkhianati perempuan
yang menjadi tunangannya. Shilla pasti akan benci setengah mati kepadanya kalau
sampai dia tahu.
“Dan kalau kau sampai tidak bisa menjaga
mulutmu, aku akan membuatmu menyesalinya Alvin. Meskipun kau adalah adikku, aku
tidak akan segan-segan.”
“Aku takut.” Alvin bergumam mengejek, karena tidak ada satupun ekspresi
ketakutan di wajahnya, bertentangan dengan kata-katanya. “Kakak, Kalau kau
tidak memberitahukan tentang Kay, cepat atau lambat Shilla pasti tahu. Dia
sudah tahu bahwa kau adalah miliarder kaya, dan kau terkenal. Berita tentang
pertunanganmu yang diselenggarakan dengan begitu mewah waktu itu pasti ada,
terselip di salah satu berita di internet.”
“Kau memberitahukan kepadanya bahwa aku
seorang miliarder?” suara Cakka meninggi, dia tampak benar-benar marah
sekarang.
Alvin memundurkan langkahnya, menjauhi Cakka
yang kali ini tampak benar-benar berbahaya, “Aku tidak tahu bahwa dia tidak
tahu, kukira kau sudah mengatakan kepadanya, Lagipula kenapa kau merahasiakan
statusmu kepadanya? Kenapa kau tidak mau dia tahu bahwa kau kaya raya? Apakah
kau tidak percaya kepadanya?”
“Bukan karena itu!” Cakka berteriak,
“Seperti yang kau bilang tadi, karena kalau sampai dia tahu aku kaya, dia akan
mudah mencari informasi tentangku. Dan dia bisa menemukan info tentang Kay
sebelum aku bisa membereskan semuanya!”
Alvin tertegun mendengar kata-kata Cakka
yang terakhir, “Membereskan Kay? Apa maksudmu?”
“Bukan urusanmu.” Cakka menatap adiknya
dengan dingin, “Kau telah merusak seluruh rencanaku, dan kali ini aku masih
memaafkanmu karena kau adalah adikku. Tetapi ingat ini Alvin, jangan pernah
mencoba main-main setitikpun dengan Shilla. Dia milikku, kau dengar itu? Dia
milikku, dan aku akan menghancurkan siapapun yang mencoba mencurinya dariku.”
Setelah mengucapkan ancamannya, Cakka membalikkan tubuhnya dan meninggalkan
rumah Alvin dengan pintu berdebam di belakangnya.
Sementara itu Alvin menatap kepergian Cakka
dengan senyum simpul. Dia tahu bahwa Cakka tidak akan semarah itu kepadanya,
dia tahu bahwa jauh di dalam hatinya kakaknya itu menyayanginya.
Alvin sama sekali tidak pernah tertarik kepada Shilla, mungkin dia suka,
tetapi Shilla jelas bukan tipenya. Alvin sengaja berpura-pura tertarik kepada Shilla
hanya agar Cakka tergerak untuk mengejar Shilla lalu berusaha melepaskan diri
dari Kay.
Sudah sejak awal Alvin tidak suka dengan Kay,
perempuan itu dulu pernah mengejarnya, lalu entah kenapa dia kemudian mengejar Cakka
dan berhasil memilikinya. Alvin merasa muak membayangkan pengkhianatan yang
dilakukan Kay kepada kakaknya, dan kemudian merasa benci ketika tahu kakaknya
terjebak ke dalam pertunangan itu, yang hanya disebabkan oleh rasa tanggung
jawab.
Selama ini kakaknya hanya pasrah,
dikalahkan oleh sikapnya yang begitu bertanggung jawab. Dan Alvin harus bisa
melepaskan kakaknya dari pertunangan yang dia yakini akan menghancurkan hidup Cakka.
Shilla adalah kesempatan terbaik Cakka untuk
melepaskan diri dan meraih apa yang diimpikannya. Tetapi Cakka terlalu lambat
dan penuh pertimbangan hingga Alvin takut semua akan terlambat. Jadi Alvin
mendorongnya, dengan berpura-pura menyukai Shilla juga, lalu mengajak Cakka
bersaing untuk mendapatkan Shilla.
Rencananya berhasil. Cakka sekarang
mengejar Shilla dengan kekuatan penuh. Sekarang Alvin hanya bisa berdoa, apapun
rencana kakaknya untuk menyingkirkan Kay dari kehidupannya, semoga rencana itu
berhasil.
Casino.lv Reviews, Ratings & Ratings - Dr.MCD
BalasHapusExperience 천안 출장샵 a 천안 출장안마 casino fun, 부산광역 출장마사지 and 당진 출장마사지 win BIG! Check out the Casino.lv online gaming experience with Casino.lv bonuses, signup bonuses & 인천광역 출장안마 more!