Selasa, 24 Juni 2014

you've got me from hello 9 -cakshill stoeies-


“Pengorbanan adalah memberi, di dalamnya ada cinta yang menguasai.”
9










Santhy Agatha











Cakka meninggalkan rumah Kay dengan marah. Marah besar. Berani-beraninya Kay mengancamnya seperti itu, padahal Kay sendiri telah mengkhianatinya bersama Iel. Apakah Kay pikir Cakka tidak akan tahu? Apakah Kay pikir Cakka begitu bodohnya?
Dengan kencang dia mengendarai mobilnya, dia butuh bertemu dengan Shilla. Di saat kemarahannya menggelegak seperti ini, hanya Shilla yang bisa menenangkannya.
Ketika sampai di depan cafe, Cakka memarkir mobilnya dengan sembrono. Dia tergesa memasuki cafe itu, hendak mengambil beberapa makanan kecil untuk dibawa ke apartemen Shilla, tadi dia sudah berjanji untuk datang jam sembilan malam ke sana.
Tetapi kemudian langkahnya tertegun, melihat ke kursi di bagian sudut, tempat favorit Shilla ketika duduk, dan melihat sosok itu di sana.
Shilla? Kenapa dia ada disini? Bukankah dia masih sakit?
Cakka melangkah mendekat, kerinduannya meluap. Dia ingin memeluk gadis itu ke dalam pelukannya, untuk menenangkan hatinya dari kemarahannya terhadap Kay.
“Shilla, kenapa kau ada di sini? Bukankah kita janji bertemu di apartemenmu?”
Shilla mendongak dan Cakka tercekat, tatapan mata Shilla kepadanya penuh kemarahan... kemarahan yang dibalut dengan luka.
Seketika itu juga Cakka menyadari bahwa Shilla sudah tahu mengenai pertunangannya dengan Kay.
“Kau membohongiku.” Suara Shilla bergetar meskipun dia tampak berusaha tergar, Cakka melirik ke anggur merah yang dibawa Shilla, dan mengernyit. Perempuan itu sudah menghabiskan lebih dari satu gelas.
“Aku bisa menjelaskannya kepadamu, Shilla.”
“Tidak!” Shilla menyela dengan keras, lalu tertawa ironis, “Ironis bukan? Aku meninggalkan tunanganku karena dia berselingkuh dengan perempuan lain, tetapi sekarang aku malah menjadi selingkuhan dari seorang lelaki yang sudah bertunangan.” Matanya menyala penuh kemarahan kepada Cakka, “Kau sangat kejam, Cakka melakukan ini semua kepadaku.”
“Aku bisa menjelaskannya Shilla, semua ini tidak seperti yang kau kira....”
“Apakah perempuan bernama Kay itu benar-benar tunanganmu?”
Cakka tertegun, lalu memejamkan matanya dengan pedih, “Ya.”
Air mata mengalir di mata Shilla, menuruni pipinya. Dia tampak amat sangat terluka,
“Apakah... apakah... kau mencintainya?”
Mata Cakka menajam. “Apakah aku mencintainya? Tidak. Kau pasti bisa merasakan itu, aku jatuh cinta setengah mati kepadamu, tidak mungkin aku mencintainya.”
“Apakah pertunangan yang kau lakukan dengan Kay dulu itu berlangsung atas nama cinta?” Shilla bertanya lagi, berusaha menghapus air matanya dengan usapan tangannya.
Cakka memandang Shilla dengan pedih, tidak mampu berbohong, “Pada mulanya semua atas nama cinta... lalu.”
Hati Shilla teriris perih, Cakka sama saja dengan Raka, lelaki itu dulu menjalin pertunangan mereka atas nama cinta, kemudian mengkhianatinya begitu saja karena perempuan lain. Oh ya ampun! Teganya Cakka melakukan ini semua kepadanya. Shilla tidak mau mendengar apapun dari Cakka, semua ini terlalu menyakitkan untuk dia tanggung,
“Cukup!” Shilla menutup telinganya dengan tangan, tidak mau mendengar apapun yang diucapkan oleh Cakka. “Sudah cukup, kau memang penjahat! Semua lelaki sama saja! Mereka semua jahat!” beberapa mata tampak melirik ke arah mereka, tetapi Shilla tidak peduli. Dia terlalu marah dan sakit untuk peduli, dia beranjak pergi.
“Aku mencintaimu Shilla!” Cakka setengah berdiri, berusaha meraih lengan Shilla dan menahannya. Tetapi Shilla yang sudah begitu marah, meraih gelas anggur yang tinggal setengah dan menuang isinya ke wajah Cakka,
“Pergi saja ke laut dan buang cintamu itu. Aku tidak pernah menerima cinta dari seorang pengkhianat!” Gumamnya marah, tanpa sadar dia menggenggam gelas itu dan melangkah pergi secepat kilat.
Meninggalkan Cakka yang masih terpaku di sana, basah oleh anggur yang dituangnya.
“Aduh!” Suara perempuan itu mengagetkannya, begitupun benturan keras yang dirasakannya. Shilla mendongak dan terpaku karena merasa bersalah, dia telah menabrak seorang perempuan karena kalutnya, dan gelas anggurnya yang basah, yang dipegang di tangannya menempel di gaun putihnya, menimbulkan noda di sana,
“Oh maafkan saya.” Perempuan yang menabraknya berucap dengan menyesal, mendongakkan kepala dan menatap perempuan itu. Perempuan itu sangat cantik, batin Shilla dalam hati, dia pasti perempuan bahagia yang tidak pernah disakiti oleh laki-laki.
“Tidak apa-apa.” Gumam Shilla lembut, menyadari bahwa Cakka masih duduk di sana, menatapnya dari kejauhan, tetapi tidak berusaha mendekatinya
Perempuan cantik itu melirik noda di gaun Shilla dan menatap Shilla dengan tatapan bersalah, “Tapi… Noda di baju anda..”
“Tidak apa-apa. Bisa dibawa ke laundry, jangan dipikirkan.” Shilla menganggukkan kepala kepada perempuan itu, lalu mengucap permisi dan melangkah pergi.
Sebelum pergi dia meletakkan gelas kosong anggur itu di sebuah meja dekat pintu. Airmata mengalir di matanya ketika melirik cafe itu untuk terakhir kalinya sebelum ia ini jauh lebih sakit daripada ketika Raka mengkhianatinya. Jauh lebih pedih dan menyakitkan
Karena Sani sadar, bahwa dia sudah mencintai Azka dengan sangat dalam.
⧫⧫⧫
Albert datang membawakan handuk untuk Cakka. Cakka menerimanya dengan tatapan kosong, menggunakannya untuk mengelap wajah dan rambutnya yang basah oleh anggur.
“Tidak berjalan seperti yang seharusnya ya?”
Cakka termenung pedih, “Tidak.”
“Lalu apa yang akan kau lakukan setelahnya?”
Pikiran Cakka bergejolak. Antara kemarahan yang makin menggelegak atas kata-kata Kay kepadanya tadi, bercampur pada kemarahan ke dirinya sendiri karena dia terlalu lambat dan membuat Shilla mengetahui mengenai pertunangan itu sebelum waktunya,
“Aku akan berbuat sesuatu. Nanti.” Gumamnya dingin.
Malam itu, Cakka duduk di cafe semalaman, menatap ke arah jendela, ke arah apartemen Shilla.
⧫⧫⧫
Dia masih merenung di apartemennya ketika pintunya diketuk.
“Masuk.” Gumamnya tak bersemangat.
Pintu itu terbuka dan Alvin melangkah masuk dengan gaya santainya, dia mengangkat alis melihat Cakka yang tampak begitu murung.“Tidak bekerja hari ini?”
Cakka melirik Alvin dengan dingin, “Tidak.”
Alvin tersenyum dan mengambil tempat duduk di depan Cakka, “Baru kali ini seorang Cakka meninggalkan tanggung jawabnya, karena seorang perempuan.” Gumamnya ringan, membuat Cakka melemparkan tatapan membunuh kepadanya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku memang ingin mampir menengokmu, tetapi beberapa pelayan di bawah tampaknya sedang asyik membicarakan insiden semalam. Dimana seorang perempuan menumpahkan anggur dari gelasnya ke sang pemilik cafe.” Alvin terkekeh, “Tidak ada perempuan lain yang berani melakukan itu padamu, dan kau membiarkannya, Cakka. Kecuali Shilla.”
Cakka hanya terdiam, meneguk kopinya dengan frustrasi.
“Apakah pada akhirnya Shilla tahu tentang Kay?”
Cakka mengganggukkan kepalanya, “Dia tahu sebelum saatnya.”
“Sebelum rencanamu untuk menyingkirkan Kay eh?” Alvin melemparkan tatapan mata penuh tanya, ingin tahu apa sebenarnya rencana Cakka untuk Kay. Tetapi kemudian dia sadar bahwa Cakka tidak ingin menjawab pertanyaannya, “Sudah kubilang kau sangat terkenal, dan sangat sulit menyembunyikan informasi semacam itu.”
“Aku tahu, aku pikir aku akan punya waktu lebih lama.” Cakka meringis pedih, “Shilla dikhianati oleh tunangannya, dan dia sekarang menganggap aku sama brengseknya dengan tunangannya itu. Aku sudah berusaha menjelaskan tetapi dia tidak mau mendengarkan aku.”
“Tunggu sampai dia tidak marah lagi.”
“Aku takut dia pergi Alvin, aku takut.... aku... aku tidak akan bisa hidup tanpanya.” Cakka membungkuk, meremas rambutnya dengan frustrasi
Dan Alvin duduk di sana, mengamati dengan sedih, merasakan hatinya teriris. Baru kali ini Cakka bersedia meninggalkan seluruh tanggung jawabnya, demi mengejar perempuan yang dicintainya. Dan saudara kembarnya itu sekarang harus menghadapi kemungkinan untuk patah hati.
⧫⧫⧫
Alvin berdiri di depan pintu rumah Kay, menunggu. Kay muncul beberapa saat kemudian dan mengernyit ketika mendongak dan melihat bahwa Alvin yang muncul di sana.
“Ada apa?” Kay tentu saja bingung, tidak pernah sekejappun dia menyangka bahwa Alvin akan datang menemuinya. Dia pernah berusaha mengejar Alvin dan ternyata lelaki itu tidak pernah serius kepadanya. Pada akhirnya Kay memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya kepada Cakka, toh wajah mereka sama... Meskipun jauh di dalam hatinya... dia lebih mencintai Alvin, Alvin yang mudah tertawa, Alvin dengan pakaian santai dan gaya menggodanya yang selalu membuat Kay berdebar, dan semua hal yang sangat bertolak belakang dari Cakka. Cakka terlalu serius, terlalu formal, dan terlalu datar.
Tetapi Alvin sepertinya tidak menyimpan perasaan yang sama. Sehingga Kayharus puas memiliki saudara kembarnya yang sangat mirip dengannya.
Alvin menatap Kay dengan serius, tatapan yang tidak pernah dilihat Kay sebelumnya karena Alvin selalu penuh canda.
“Aku selalu tahu bahwa kau tidak pernah mencintai Cakka.” Alvin bergumam, membuka percakapan, menatap Kay dalam-dalam, membuat Kay mengernyit.
Ketika Kay bertunangan dengan Cakka, Alvin hanya mengangkat alisnya waktu itu, tidak menolak tapi juga tidak menyetujui. Padahal waktu itu Kay mengharapkan setitik reaksi kecemburuan dari Alvin, sayangnya ternyata dia tidak tersimpan sedikitpun di hati Alvin. Lalu setelah kecelakaan itu, tatapan tidak peduli Alvin kepadanya berubah menjadi tatapan marah... Ah dia tahu tentang pengkhianatan Kay kepada Cakka tentu saja, dan lelaki itu tampak jijik kepadanya serta berusaha menentang ketika Cakka bersikeras melanjutkan pertunangan itu. Tentu saja Alvin tidak bisa berbuat apapun untuk menghalangi Kay dan Cakka, sebentar lagi Kay akan menikah dengan Cakka.
“Kau tidak pernah tahu apa yang kurasakan.” Kay bergumam, mendongak mentaap Alvin yang masih berdiri dan menunduk ke arahnya,
“Aku tahu.” Tiba-tiba saja Alvin berjongkok di depannya, membuat matanya sejajar dengan mata Kay, “Aku tahu persis bahwa akulah yang kau cintai.”
Pipi Kay memerah dan jantungnya berdebar mendengar kata-kata Alvin itu. Apa maksud Alvin sebenarnya?
Alvin mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah kotak kecil berwarna hitam dari beludru, dibukanya kotak itu. Isinya sebuah cincin berlian yang begitu indah dan berkilauan,
“Aku mencintaimu Kay, sudah sedari lama aku memendam perasaan ini. Tapi kau lalu memilih bertunangan dengan Cakka. Aku menunggu lama dan pada akhirnya sadar bahwa kalian berdua tidak pernah saling mencintai. Aku yang mencintaimu, bukan Cakka. Dan aku yakin kau juga mencintaiku.”
“Apa?” Kay benar-benar terkejut, bibirnya menganga, matanya berganti-ganti menatap cincin berlian itu dan beralih ke wajah Alvin. Tetapi yang ditemukannya di wajah Alvin adalah keseriusan yang dalam.
“Kalau kau bersedia, aku akan menghadap Azka dan mengungkapkan semuanya, bahwa kita saling mencintai, bahwa kita ditakdirkan bersama. Cakka akan mengerti, apalagi aku sangat yakin bahwa dia tidak mencintaimu. Dia pasti akan memberikan restu kepada kita untuk bahagia bersama.”
Mata Kay tampak berkaca-kaca. Oh astaga. Alvinnya! Lelaki yang dicintainya dari awal. Bagaimana mungkin dia bisa menolaknya? Batinnya sendiri sudah mengakui bahwa dia hanya menggunakan Cakka sebagai pelarian, dia mencintai Cakka karena lelaki itu bagaikan perwakilan dari saudara kembarnya, dan yang dicintai oleh Kay sesungguhnya adalah Alvin.
“Kau... kau tidak sedang mempermainkanku bukan?” Kay masih meragu meskipun hatinya langsung berbunga-bunga melihat senyum lembut Alvin kepadanya,
“Aku? Bercanda? Percayalah padaku, Kay, aku tidak pernah melakukan ini kepada perempuan manapun, tidak pernah sebelumnya. Hanya kau satu-satunya perempuan yang bisa membuatku berlutut dan menawarkan cincin. Dan aku akan mati karena patah hati kalau kau menolaknya.” Alvin menunjukkan cincin itu lagi dan berubah serius, “Nah, Kay, maukah kau memutuskan pertunanganmu bersama Cakka dan kemudian bersumpah setia untuk menikah denganku?”
Air mata bahagia membanjiri mata Kay, “Ya!” serunya bersemangat, dia memajukan tubuhnya, memeluk Alvin erat-erat dan merasa begitu melayang ketika Alvin membalas pelukannya, “Ya. Alvin, aku bersedia! Aku akan menikah denganmu!”
Kay tidak melihat wajah Alvin yang begitu pedih ketika memeluknya. Alvin sudah terlalu sering berbuat egois, memanfaatkan kebaikan hati Cakka, membiarkan kakaknya itu bertanggung jawab atas semua hal yang seharusnya mereka bagi bersama. Kini giliran Alvin membalas budi, setidaknya dia bisa mengambil salah satu tanggung jawab Cakka yang paling berat. Pemandangan Cakka yang begitu menderita telah mendorongnya untuk berbuat ini. Dia bisa dan dia mampu untuk menolong kakaknya.
Biarlah dia yang mengambil alih tanggung jawab terhadap Kay, dan membiarkan Cakka bisa mengejar cinta sejatinya.
⧫⧫⧫
“Aku harus berbicara denganmu.” Alvin bergumam di pintu, menyadari Shilla di dalam sana merasa ragu untuk membukanya.
Alvin berhasil naik ke atas karena resepsionis apartemen mengira bahwa dia adalah Cakka, jadi dia membiarkannya masuk. Dan sekarang lelaki itu sudah berdiri di depan apartemen Shilla, ingin memberikan penjelasan.
“Apakah Cakka yang mengirimmu kemari?” Tanya Shilla dari balik pintu.
“Tidak. Saudaraku itu terlalu menderita untuk berpikir apapun, yang dia lakukan hanyalah mengurung diri di apartemennya dan merenung. Tidak makan, tidur ataupun bekerja, kalau terus-menerus begitu aku cemas dia akan mati.”
Alvin mendesah, “Kumohon, biarkan aku bicara denganmu sekali saja, setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.’
Shilla tertegun, hatinya terasa pedih mendengar kata-kata Alvin tentang Cakka, tetapi dia menguatkan hatinya, bukankah dia juga mengalami kepedihan yang sama? Dia tidak bisa makan, tidak bisa tidur dan terus-terusan menangis?
Setelah menghela napas panjang, Shilla membuka pintu dan menatap Alvin dengan dingin, “Katakan apapun yang kau mau, lalu pergilah.”
Alvin meringis menerima sikap dingin Shilla, “Bolehkah aku masuk? Ini akan sangat panjang.”
Shilla menatap Alvin, lalu pada akhirnya dia memundurkan diri dan membiarkan mereka masuk.
Mereka duduk di sofa, dalam keheningan,
Well? “ tanya Shilla setelah beberapa lama tampaknya Alvin belum ingin mengatakan apapun.
Alvin mendesah, “Aku masih bingung harus memulai dari mana... kita mulai dari Kay, tunangan Cakka.” Alvin melirik dan menemukan luka di mata Shilla ketika nama Kay disebut, “Kay dulu mengejarku dan ingin memilikiku. Tetapi tentu saja aku hanya main-main dengannya. Dan setelah sadar dia tidak bisa memilikiku, dia mengejar Cakka. Cakka waktu itu masih begitu rapuh sepeninggal orang tua kami, dan Kay menghujaninya dengan perhatian-perhatian hingga akhirnya Cakka menerima Kay. Aku bilang ‘menerima’ karena aku yakin bahwa dari awal, Cakka tidak pernah mencintai Kay. Dia hanya merasa dia bisa menerima Kay di sisinya, itu saja. Dan kemudian merekapun bertunangan.” Alvin mengangkat bahunya, “Aku sedikit terkejut ketika Cakka mengambil langkah serius itu bersama Kay, tetapi kemudian aku sadar, Kay tahu betul kelemahan Cakka, dia tahu Cakka mudah merasa bertanggung jawab kepada seseorang dan dia memanfaatkannya. Mereka berduapun bertunangan. Dan semua tampak baik-baik saja. Sampai kemudian pengkhianatan itu terjadi.”
Pengkhianatan? Jantung Shilla berdegup kencang, Apakah sebelumnya Cakka juga pernah mengkhianati Kay?
“Kay yang mengkhianati Cakka.” Alvin bergumam, memahami pertanyaan yang ada di mata Shilla, “Cakka sangat sibuk waktu itu, mengambil alih perusahaan yang diwariskan oleh ayah sehingga dia tidak punya waktu untuk memberikan perhatian kepada Kay yang manja. Kay yang manja dan haus kasih sayang akhirnya mencari pelarian kepada pria lain, seorang pria brengsek bernama Edo. Lelaki itu merusaknya dan meninggalkannya dalam kondisi hamil.”
“Apa?” Shilla terkesiap, menutup mulutnya dengan jemarinya, tidak menyangka akan informasi itu.
“Ya. Dia hamil, dan dia ditinggalkan. Kay menangis, datang kepada Cakka, berharap bisa memanfaatkan sikap tanggung jawab Cakka. Tetapi dia memperoleh yang sebaliknya, dia marah besar, semua itu sudah berada di luar batas toleransi Cakka. Sayangnya Kay memilih waktu yang salah ketika mengaku, dia sedang berada di dalam mobil bersama Cakka, dan kemudian mereka mengalami kecelakaan.”
Shilla teringat berita yang dibacanya, bahwa Kay adalah seorang model yang kemudian berhenti setelah sebuah kecelakaan...
“Kay keguguran. Dan kakinya dinyatakan lumpuh, tidak bisa berjalan lagi selamanya. Cakka seperti yang kau tahu merasa sangat bersalah dan kemudian mengambil seluruh tanggung jawab terhadap Kay, dia melanjutkan pertunangan itu. Melanjutkan rencana pernikahan itu meskipun hatinya luar biasa pedihnya. Seluruh perasaan yang pernah dimilikinya bersama Kay tentu saja sudah musnah, tetapi dia tetap berusaha menjalani apa yang sudah dijanjikannya, dan dia berusaha tetap setia.”
Oh Ya ampun. Kasihan Cakka. Itulah hal yang pertama terlintas di benak Shilla. Kasihan Cakka... lelaki itu sekali lagi memikul tanggung jawab yang bertentangan dengan hati nuraninya.
Alvin tersenyum kecut melihat ekspresi Shilla, “Kau merasa kasihan kepadanya bukan? Begitupun aku? Cakka hidup dengan menanggung beban karena kebaikan hatinya dan aku selalu menentang pertunangannya dengan Kay karena aku tidak mau dia menderita.... Apalagi ketika kemudian dia bertemu kau, Shilla.”
Alvin memajukan tubuhnya, “Kau pasti tahu dan merasakan bahwa Cakka benar-benar mencintaimu, dia tidak pernah selembut itu dengan perempuan manapun. Dulu dia begitu dingin, tenang dan pandai menutupi perasaannya, tetapi kepadamu dia sepertinya tidak bisa menahan diri.” Alvin mengamati Shilla, “ Kau pasti tidak tahu bahwa Cakka mempunyai rumah sendiri, sebuah rumah mewah di daerah elite yang sangat sejuk dekat dengan kantor pusat perusahaannya. Tetapi sejak bertemu denganmu, dia memilih untuk selalu pulang ke apartemen di atas cafe yang sederhana yang jauh dari kantornya, selarut apapapun dia pulang dia selalu berusaha ke sana. Hanya supaya dia bisa berdekatan denganmu.”
Mata Shilla terasa panas ketika dia mengingat kebaikan dan kelembutan hati Cakka kepadanya, melihat betapa sedihnya lelaki itu ketika pertengkaran mereka di cafe. Oh astaga, dia tidak tahu kalau seperti ini kisahnya. Kalau saja dia tahu...
Kalau saja dia tahu dia akan berbuat apa? Tidak mungkin kan dia menerima cinta Cakka dan membuat Cakka meninggalkan Kay? Batin mereka berdua pasti akan sama-sama tersiksa, berbahagia di atas penderitaan perempuan lain.
Alvin menghela napas panjang, “Sekarang kalian sudah tidak perlu bingung lagi. Aku sudah mengatasi Kay.”
Shilla menatap bingung ke arah Alvin, “Mengatasi Kay? Apa maksudmu?”
Alvin menatap Shilla dengan pedih, “Aku sadar bahwa selama ini aku egois, membiarkan Cakka menanggung semuanya, aku hampir sama jahatnya seperti Kay, mengetahui kelemahan Cakka adalah kebaikan hatinya, dan aku memanfaatkannya... Tetapi ketika hari itu aku melihat betapa menderitanya Cakka, aku tidak tahan. Aku ini adiknya dan adik macam apa yang bisa membiarkan kakaknya menderita padahal tahu bahwa dia bisa berbuat sesuatu?”
“Maksudmu....?” Shilla bertanya-tanya, akan kemana arah dari kata-kata Alvin itu.
“Yang dicintai Kay sebenarnya adalah aku. Aku tahu persis itu sejak awal mula.” Alvin terkekeh, “Aku mendatangi Kay pagi ini dan menawarkan pertunangan, berpura-pura mencintainya dan memintanya meninggalkan Cakka. Perempuan itu langsung menyambarnya bagaikan ikan hiu yang kelaparan.”
“Astaga Alvin? Kenapa kau melakukan itu?”
“Karena aku menyayangi Cakka, sejak kecil dia selalu menjaga dan melindungiku, bahkan sampai dewasapun dia selalu melakukannya. Sekarang giliranku untuk membuatnya bahagia.”
“Tetapi kau tidak benar-benar mencintai Kay..”
“Tidak apa-apa.” Alvin tersenyum, “Aku sudah mengambil seluruh jatah kebahagiaanku di muka, sekarang giliran Cakka yang mendapatkannya.”
⧫⧫⧫
Sepeninggal Alvin, Shilla masih merenung kebingungan. Pada akhirnya dia memberanikan diri, menelepon nomor Cakka.
“Halo Shilla?” pada deringan pertama telepon itu langsung diangkat, seolah-olah Cakka memang sedari tadi duduk merenung menatap ponselnya.
“Cakka.” Shilla memejamkan matanya, merasa bersalah ketika mendengar nada letih di suara Cakka, lelaki itu menanggung beban berat karenanya, “Aku... bisakah aku ke cafe? Aku ingin bicara.”

Minggu, 15 Juni 2014

You've Got Me From Hello 8 -Cakshill Story-


Kau membuka pagiku dan juga menutup malamku, Sesederhana itulah aku menginginkanmu.”
8










Santhy Agatha










Ketika ponselnya berbunyi lagi, hampir jam sepuluh malam, Shilla yang sudah berada dalam posisi meringkuk di ranjang dan bersiap tidur mengernyit. Dia sedang tidak enak badan, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan dan dia selalu sedikit merasakan nyeri di perut bawahnya ketika sedang haid. Diangkatnya telepon itu,
“Halo?”
“Shilla?” suara Cakka yang dalam terdengar dari seberang sana, “Kenapa kau tidak datang kemari?”
“Oh... maaf Cakka.” Dia lupa kalau sudah berjanji untuk ke cafe malam ini. “Aku... aku sedang tidak enak badan.”
“Kau sakit?” suara Cakka terdengar cemas, “Kau sakit apa?”
“Eh tidak...” Shilla bingung, kehabisan kata-kata untuk menjelaskannya kepada Cakka.
“Aku antar ke dokter ya?”
“Eh tidak usah...” Shilla menelan ludahnya, “Ini sakit perempuan..”
“Sakit perempuan?” Dari suaranya Shilla bisa membayangkan Cakka mengernyit di sana.
“Itu.. sakit perempuan setiap bulan.”
Hening. Tampak Cakka berusaha menelaah kata-kata Shilla, tetapi kemudian dia sadar,
“Oh.”
Tiba-tiba saja Shilla merasa geli karena sekarang Cakka yang salah tingkah.
“Maaf ya. Biasanya ini hanya berlangsung di hari pertama kok, mungkin kita bisa bertemu besok.”
Hening, lalu Cakka bergumam, “Aku ke sana ya?”
“Jangan, aku tidak apa-apa kok.”
“Aku akan kesana.” Cakka bergumam dengan nada keras kepala, lalu menutup telepon.
⧫⧫⧫
Ketika pintu apartemennya terbuka, Cakka berdiri di sana sambil membawa kantong kertas makanan dari cafenya. Lelaki itu menatapnya dengan cemas,
“Kau tidak apa-apa?”
Shilla menggeleng lemah, memundurkan langkahnya dan mempersilahkan Cakka masuk,
“Sakit begini hanya bisa disembuhkan kalau berbaring.”
“Kalau begitu duduklah berselonjor di sofa.” Cakka mendahului Shilla duduk di sofa, dan menunggu Shilla datang. Dia mengambil bantal kecil dan meletakkan di pangkuannya, “Sini, berbaringlah di sini.
Sejenak Shilla ragu, tetapi senyuman Cakka tampak begitu menenangkan, dan perutnya sakit. Dia tidak punya siapa-siapa di sini untuk mengeluh. Sambil menghela napas panjang dia duduk di sofa, Cakka langsung menariknya, menjatuhkan tubuh Shilla supaya kepalanya berbaring di bantal di pangkuannya.
Rasanya begitu nyaman, meringkuk di pangkuan Cakka dengan jemari ramping lelaki itu mengelus rambutnya pelan.
“Sudah makan tadi?”
Shilla menggelengkan kepalanya, “Tidak selera makan.”
“Aku bawakan kentang goreng dan sosis dari cafe kalau kau lapar malam-malam.” Jemari Cakka membelai rambutnya lembut, membuat Shilla mengantuk.
“Terima kasih Cakka...” suara Shilla melemah, dia menguap.
“Tidurlah, aku akan menungguimu di sini.”
“Terima kasih ya.” Shilla mengulangi ucapan terimakasihnya, lalu menutup matanya, merasakan damai yang menenangkan. Dia memejamkan matanya dan terlelap.
Cakka duduk di sana, mengamati Shilla yang terbaring di pangkuannya. Hasratnya untuk memiliki perempuan ini begitu besar, tidak pernah dia rasakan sebelumnya pada perempuan manapun. Perempuan ini adalah hasratnya. Dan setiap kali pula Cakka rela melepaskan apa yang menjadi hasratnya, demi keharusan untuk memikul sebuah tanggung jawab.
Kali ini itu tidak akan terjadi. Cakka akan mempertahankan Shilla di sampingnya. Lelaki itu lalu menundukkan kepalanya dan mengecup bibir Shilla yang telelap dengan lembut.
“Aku mencintaimu, Shilla.”
⧫⧫⧫
Shilla bangun di pagi hari dengan badan segar, dia membuka matanya dan menatap ruangan yang temaram. Masih sangat pagi sepertinya di luar, meskipun sinar matahari sudah menembus dengan malu-malu melalui gorden jendela.
Sejenak dia merasa bingung, kenapa dia tidur di ruang tamu. Tetapi dia lalu sadar.
Cakka...
Dengan gerakan pelan, Shilla melihat ke atas dan menyadari bahwa kepalanya ada di atas bantal kecil di pangkuan Cakka. Lelaki itu tertidur pulas sambil terduduk, tubuhnya menyandar ke sofa dan kelihatannya sangat lelap.
Shilla bergerak perlahan supaya tidak membangunkan Cakka. Tetapi rupanya Cakka terbiasa waspada ketika tidur karena dia langsung membuka matanya.
Mereka bertatapan, di pagi yang temaram dan udara dingin yang menguar sejuk dari jendela. Lalu Cakka tersenyum lembut,
“Selamat pagi.”
Tiba-tiba Shilla merasa malu. Lelaki itu baru bangun dari tidurnya dan tetap terlihat sempurna, sedangkan penampilannya sekarang pasti sudah amburadul.
“Aku baik-baik saja.”
“Sakit perutmu?”
“Sudah mendingan.” Dengan gerakan canggung, Shilla duduk dan menjauh dari Cakka, menyadari bahwa semalaman mereka sudah tidur bersama.
“Izinkan aku membuatkan sarapan untukmu.” Cakka melirik ke arah kantong kertas makanan yang dibawanya dari cafe yang tidak tersentuh, “Mungkin makanan ini masih bisa diselamatkan.”
Cakka kelihatan tidak canggung sama sekali, seolah-olah tempatnya memang di sini. Dia meraih kantong kertas itu, setengah bersenandung melangkah ke dapur Shilla, dan memasak.
Shilla sejenak termangu, menatap Cakka yang tampak begitu luwes dan santai memasak di dapur, lelaki itu tampak menikmatinya. Tiba-tiba Shilla merasa tersentuh. Lelaki ini ingin menjadi koki, tetapi dia meninggalkan impiannya demi rasa tanggung jawabnya, dia pasti merasakan perasaan hampa di dalam dirinya. Shilla sendiri tidak akan bisa membayangkan kalau dia tidak boleh menulis lagi.
“Aku akan ke kamar mandi dulu ya.” Gumam Shilla pelan dari sofa.
Cakka yang sedang memasak omelet beraroma harum dari bahan-bahan yang dia temukan di kulkas Shilla, menoleh dan tersenyum lembut,
“Silahkan. Ketika kau kembali, makanan sudah siap.”
⧫⧫⧫
Dan Cakka memang benar. Ketika dia selesai mandi, dapur itu beraroma harum dengan telur dan ham yang sudah digoreng, serta aroma kopi yang menguar memenuhi ruangan.
“Makanlah.” Cakka mengedipkan sebelah matanya, “Sarapan spesial dari koki paling tampan di dunia.” Gumamnya menggoda,
Shilla terkekeh geli, dan Cakka meninggalkannya sebentar untuk ke kamar mandi.
Ketika kembali rambut Cakka basah dan dia tampak segar. Shilla sudah menyeruput kopinya dan mencicipi sedikit omelet yang luar biasa enaknya itu.
“Suka?” Tanya Cakka lembut.Dia duduk di seberang Shilla di meja makan itu lalu menyesap kopinya yang masih mengepul panas.
Shilla menganggukkan kepalanya, “Aku tidak pernah memakan omelet yang begitu enaknya. Omelet buatanmu memang lezat.” Gumam Shilla sambil tersenyum.
Tatapan Cakka di atas cangkir kopinya tampak begitu intens, “Kalau kau menikah denganku, aku berjanji akan membuatkan sarapan untukmu setiap pagi.”
Hampir saja Shilla tersedak omeletnya, dia mendongak dan menatap Cakka terkejut,
“Apa?”
Cakka terkekeh dan barulah Shilla sadar bahwa Cakka sedang menggodanya. Pipinya langsung memerah karena malu.
“Tidak lucu, tahu.” Gumamnya sambil cemberut,
Cakka masih terkekeh, tetapi matanya bersinar dengan serius, “Aku tidak sedang melucu Shilla, bayangan itu ada di benakku. Kau dan aku menikah, lalu hidup bahagia selama-lamanya.”
Shilla merasakan jantungnya berdebar keras akibat kata-kata Cakka, “Bukankah masih terlalu dini membicarakan ini?”
“Ya.” Cakka menganggukkan kepalanya, tidak membantah kata-kata Shilla, “Tetapi aku tahu apa yang kurasakan, perasaan nyaman yang tidak pernah kurasakan sebelumnya kepada siapapun. Aku bisa saja duduk di sini berdua denganmu, tidak melakukan apa-apa dan tidak merasa bosan.” Lelaki itu menyentuh jemari Shilla dari seberang meja dan menggenggamnya sungguh-sungguh, “Beginilah yang kubayangkan akan kulalui bersama istriku nanti. Duduk bersama setiap pagi, mengawali hari dengan bahagia, lalu berpelukan ketika malam tiba.”
Kata-kata Cakka terdengar luar biasa indah sehingga Shilla terpesona. Dia membiarkan tangannya dalam genggaman Cakka dan menghela napas panjang.
“Tetapi kau tidak jujur kepadaku. Alvin berkata bahwa perusahaanmu tidak hanya mencakup cafe itu dan lain-lain. Kenapa Cakka? Apakah kau tidak mempercayaiku? Apakah kau berpikir bahwa aku mungkin hanya mengincar hartamu?“ Shilla tiba-tiba merasa terhina, “Kalau kau memang berpikir seperti itu, kau bisa tenang, aku tidak butuh hartamu. Aku bahkan bisa menghidupi diriku sendiri dan tidak perlu bergantung pada seorang lelaki hanya untuk menghidupiku.”
“Aku tahu kau orang yang mandiri Shilla, aku tahu kau tidak mengincar harta dan kekayaan.” Cakka menggenggam erat jemari Shilla, mencegah ketika Shilla berusaha melepaskan diri. “Aku merahasiakannya karena takut kau merasa canggung dan lari dariku. Aku hanya ingin kau memandangku sebagai pria biasa, bukan sebagai seorang miliarder yang berkuasa.”
Shilla tercenung, menerima betapa benarnya kata-kata Cakka. Kalau dari awal Cakka mengatakan bahwa dirinya sangat kaya, mungkin Shilla akan merasa ngeri dan tidak akan memberi kesempatan kepada mereka untuk lebih dekat.
Kedekatan ini sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Ada suatu ikatan yang sangat erat di antara mereka, membuat dunia mereka saling tarik menarik.
Dan bahkan Shilla bisa membayangkan kata-kata Cakka itu, mereka bersama-sama di pagi hari, memulai hari dengan bahagia dan berakhir di pelukan satu sama lain.
“Apakah kita akan berakhir di sana? Di impianmu tentang hidup bahagia selama-lamanya?” tanya Shilla lemah.
Cakka tersenyum lebar, “Tentu saja Shilla, Happy Ending, seperti akhir dari setiap novel romantismu.”
⧫⧫⧫
“Bagaimana?” Cakka bertanya cepat ketika Iel memasuki ruangannya. Iel memang sangat tampan, dia adalah sahabat Cakka ketika kuliah di luar negeri sebagai koki. Dan Iel adalah koki handal yang kemudian mengembangkan bisnis hiburan mencakup salon, butik, dan bakery serta rumah makan yang kebanyakan dibangunnya bekerjasama dengan Cakka.
“Dia terpesona kepadaku tentu saja.” Iel terkekeh, “Tetapi belum cukup untuk membuatnya berani mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan itu.”
“Kau sudah melakukan semua yang kukatakan kepadamu bukan?”
“Tentu saja, dengan sempurna. Aku mengunjunginya ke rumahnya, membawakan bunga lily kesukaannya, dia terkejut karena aku bisa mengetahui kesukaannya. Lalu aku menceritakan tentang kucing, seperti yang kau informasikan bahwa Kay sangat menyukai kucing dan punya puluhan kucing di rumahnya. Dan sekali lagi dia terperangah karena aku mempunyai banyak sekali kesamaan dengan dirinya. Semuanya sempurna mulai dari makan malam, sikap lembut dan perhatian seratus persen. Aku yakin hatinya sudah berpaling, hanya saja belum ada sesuatu yang membuatnya mengambil keputusan penting itu. Seperti yang kau katakan, kau ingin membuktikan bahwa dia bisa mengkhianatimu bukan?” Iel menatap Cakka tajam, “Dia tidak menolak ketika aku menciumnya semalam.”
Sebuah bukti. Sebuah kenyataan akan pengkhianatan. Cakka sudah menduga bahwa Kay tidak akan mampu bertahan. Perempuan itu mengatakan sangat mencintainya. Tetapi kalau dia sungguh mencintai, dalam keadaan apapun cinta tidak akan semudah itu tergoda untuk berkhianat.
Mungkin sejak awal Kay tidak mencintainya, mungkin perempuan itu hanyalah terobsesi untuk memilikinya.
“Kalau begitu mungkin ini saatnya aku bertemu dengan Kay.”
⧫⧫⧫
Ketika Cakka datang, Kay sangatlah gugup. Cakka sudah lama sekali tidak berkunjung. Dan Kay... sudah terlalu sering menghabiskan waktunya bersama Iel hingga sampai di titik dia sudah tidak peduli lagi apakah Cakka akan datang atau tidak.
Tetapi pernikahan mereka sudah dekat, pernikahan itu adalah puncak impian Kay untuk bisa memiliki Cakka pada akhirnya, dan dia tidak akan mundur. Kay hanya berharap dia masih bisa menghabiskan waktu bersama Iel, mereguk seluruh perhatian yang tidak didapatkannya dari Cakka sebelumnya, dan semoga saja Cakka tidak akan tahu tentang perselingkuhannya sehingga pernikahan mereka akan berjalan mulus.
“Kemana saja kau selama ini Cakka.” Kay memasang wajah merajuk, “Aku sampai berpikir bahwa kau mungkin sudah melupakanku.”
“Aku sangat sibuk Kay, kuharap kau mengerti.”
Kay mendesah sedih, “Selalu begini Cakka, apakah nanti di kehidupan perkawinan kita juga akan seperti ini? Kau sibuk dengan pekerjaanmu dan mengabaikan aku?”
Cakka mengangkat bahunya, “Itulah konsekuensi kau menikah denganku, tidak akan berubah meskipun kita menikah. Aku mempunyai tanggung jawab yang besar di perusahaan yang tidak mungkin aku abaikan begitu saja. Kalau kau tidak siap menghadapinya kau bisa mundur.”
“Apa?” wajah Kay langsung pucat pasi.
Sementara itu Cakka memasang wajah datarnya, “Aku tidak bisa menjadi suami yang perhatian seperti yang kau inginkan, tidak akan pernah bisa. Kalau kau tidak siap menanggung kesedihan karena tidak pernah mendapatkan perhatian dari seorang suami, kau bisa mundur sekarang Kay agar kau tidak menyesal. Kau tahu, aku tidak pernah memaksamu untuk menikahiku, untuk menjadi isteriku.”
“Teganya kau!” Kay berteriak, dan berurai air mata, “Kau sengaja melakukannya bukan? Kau sengaja mengabaikanku agar aku merasa tidak kuat dan membatalkan pernikahan ini? Kau ingin aku meninggalkanmu bukan? Agar kau tidak perlu memiliki istri yang lumpuh dan cacat sepertiku. Cacat karena kau!!”
Perkataan Kay itu membuat wajah Cakka memucat, tetapi dia mengendalikan diri dan berusaha membuat ekspresinya tetap datar.
Well kau tidak akan mendapatkan apa yang kau mau! Karena aku tetap akan melanjutkan pernikahan ini! Apapun yang terjadi kau tetap akan menjadi suamiku dan aku akan menjadi istrimu!”
Lalu dengan marah Kay memutar kursi rodanya, memasuki rumah dan meninggalkan Cakka berdiri di teras itu.
⧫⧫⧫
Shilla sedang tidak ada pekerjaan. Revisian naskah dari editor belum diterimanya. Dia menghabiskan harinya dengan bermain game komputer sampai merasa bosan. Kemudian dia teringat perkataan Angel pada hari itu, ketika mereka mencari data-data tentang Cakka di internet. Bahwa kita tinggal memasukkan sebuah nama saja di mesin pencari, dan kalau orang itu cukup terkenal, maka kita akan menemukan banyak informasi tentangnya.
Shilla teringat, bahwa Cakka selalu tampak tampan di foto-fotonya di setiap kolom berita keuangan dan bisnis yang ada di internet. Lelaki itu memang berpenampilan berbeda, dengan jas resmi yang tampak sangat formal.
Dengan iseng, Shilla membuka mesin pencari di internetnya, dan memasukkan nama lengkap Cakka di sana. Dalam beberapa detik, deretan hasil pencarian muncul.
Shilla menelusurinya dengan sangat tertarik. Ada berita tentang merger hotel terbaru milik Cakka, pembukaan restoran bintang lima secara serentak, dan iklan tentang resor-resor mewah di kawasan pariwisata elit di beberapa kota.
Semua berita itu menyebut Cakka sebagai pemimpin perusahaan yang jenius dan kompeten.
Lalu mata Shilla tertuju kepada sebuah kolom gosip. Hey... ada kolom gosip di antara semua berita keuangan dan bisnis ini. Dengan tertarik Shilla membuka kolom itu. Itu adalah wawancara dan berita tentang profil Cakka, pengusaha muda yang sangat sukses dalam mengembangkan bisnis perusahaannya.
Shilla membacanya dengan sangat tertarik, menelusuri kisah hidup Cakka dalam bentuk tulisan. Ternyata Cakka adalah seorang yang cemerlang dalam prestasi pendidikannya, dan juga....
Mata Shilla berkerut pada sebuah berita bahwa Cakka sudah bertunangan dengan kekasih yang dipacarinya selama empat tahun. Tunangannya adalah seorang mantan model pro yang berhenti setelah mengalami kecelakaan, bernama Ketzia Carolina.
Jantung Shilla berdebar keras, sebuah kejutan lagi.... Cakka sudah bertunangan? Dan dari kolom berita itu, dikatakan bahwa tahun ini mereka akan menikah.
Dunia seakan runtuh di bawah kaki Shilla